Ads Top

Mengenal Tradisi Famato Harimao Masyarakat Nias Selatan


Kehidupan masyarakat Nias tidak dapat dipisahkan dari budaya, karena masyarakat Nias meyakini bahwa budaya adalah kehidupan itu sendiri. Salah satu kebudayaan itu adalah Famato Harimao 

Famato Harimao adalah tradisi berupa upacara khusus yang dilakukan dengan pembuangan benda yang disimbolkan dalam bentuk binatang dalam hal ini adalah Harimau. Tradisi ini adalah budaya yang dilakukan oleh penduduk Maenamölö di Nias Selatan setiap tujuh tahun sekali dan biasanya dilakukan menjelang bulan purnama, tepatnya ketika musim panen akan berakhir. 

 

Dilansir dari penelitian Konsep Penebusan Dosa dalam Bilangan 21:4-9 dalam Wujud Budaya Famatö Harimao bagi Masyarakat Nias, awalnya leluhur masyarakat Maenamölö, mendapatkan ilham untuk membuat patung seekor harimau dan mengambil seekor babi dan ayam yang terbaik berwarna. Kedua hewan itu harus dipelihara dengan baik selama tujuh tahun. Mölö kemudian memerintahkan agar masyarakat Maenamölö tidak mengganggu kedua hewan itu 

 

Hal itu dilakukan karena kedua hewan itu akan digunakan sebagai persembahan pada pelaksanaan Famatö harimao nantinya. Selama tujuh tahun Inada Samihara Luo atau Dewa pencipta akan memberkati masyarakat Nias karena sudah memelihara kedua hewan itu dengan baik. 

 

Dalam ritual Famato Harimao itu sekelompok orang akan mengusung patung harimau tersebut secara berarak-arakan, lalu patung tersebut kemudian akan dipatahkan dan dibuang ke dalam sungai Gomo di Jumali. Hal itu dilakukan sebagai tanda penebusan jiwa manusia atas segala pelanggaran yang dilakukan terhadap Fondrakö atau hukum adat masyarakat Nias. 

 

Prosesi Famatö Harimao akan dipimpin oleh Si Ulu, yang merupakan imam sekaligus panglima yang berasal dari bangsawan, sekaligus tokoh yang dihormati oleh masyarakat Maenamolo. Tradisi ini dimulai dengan mengundang seluruh warga yang ikut untuk melaksanakan musyawarah. 

 

Bahan dasar pembuatan patung Harimau dalam tradisi ini berasal dari pohon Fösi. Hal itu karena masyarakat Nias percaya bahwa daun pohon Fösi yang berguguran, adalah tanda akan datangnya penyakit atas desa. Kepala patung harimau akan mengumpamakan seekor ular naga seperti Larasa, yang merupakan Dewa Adat, tokoh Jejadian. 

 

Badan patung Harimau itu akan meniru tubuh serigala yang diumpamakan sebagai Siliwangi, yang merupakan tokoh Siluman. Sedangkan tinggi usungan patung yang berjumlah sembilan tingkat itu menggambarkan simbol Teteholi Ana\'a (sorga) yang diyakini memiliki sembilan tingkatan atau lapisan. 

 

Dilansir dari penelitian Konsep Penebusan Dosa dalam Bilangan 21:4-9 dalam Wujud Budaya Famatö Harimao bagi Masyarakat Nias, saat ini upacara Famatö Harimao telah dimodifikasi menjadi acara Famadaya Harimao atau perarakan patung harimau yang lebih bertujuan untuk melestarikan budaya serta menghilangkan makna spiritual keagamaan yang sebelumnya ada. Hal itu juga disebabkan karena sebagian besar masyarakat Nias telah menganut agama Kristen. 

 

Nah itulah tradisi Famato Harimao dari Nias. Semoga dapat menambah pengetahuanmu tentang tradisi di Indonesia, ya


Kehidupan masyarakat Nias tidak dapat dipisahkan dari budaya, karena masyarakat Nias meyakini bahwa budaya adalah kehidupan itu sendiri. Salah satu kebudayaan itu adalah Famato Harimao 

Famato Harimao adalah tradisi berupa upacara khusus yang dilakukan dengan pembuangan benda yang disimbolkan dalam bentuk binatang dalam hal ini adalah Harimau. Tradisi ini adalah budaya yang dilakukan oleh penduduk Maenamölö di Nias Selatan setiap tujuh tahun sekali dan biasanya dilakukan menjelang bulan purnama, tepatnya ketika musim panen akan berakhir. 

 

Dilansir dari penelitian Konsep Penebusan Dosa dalam Bilangan 21:4-9 dalam Wujud Budaya Famatö Harimao bagi Masyarakat Nias, awalnya leluhur masyarakat Maenamölö, mendapatkan ilham untuk membuat patung seekor harimau dan mengambil seekor babi dan ayam yang terbaik berwarna. Kedua hewan itu harus dipelihara dengan baik selama tujuh tahun. Mölö kemudian memerintahkan agar masyarakat Maenamölö tidak mengganggu kedua hewan itu 

 

Hal itu dilakukan karena kedua hewan itu akan digunakan sebagai persembahan pada pelaksanaan Famatö harimao nantinya. Selama tujuh tahun Inada Samihara Luo atau Dewa pencipta akan memberkati masyarakat Nias karena sudah memelihara kedua hewan itu dengan baik. 

 

Dalam ritual Famato Harimao itu sekelompok orang akan mengusung patung harimau tersebut secara berarak-arakan, lalu patung tersebut kemudian akan dipatahkan dan dibuang ke dalam sungai Gomo di Jumali. Hal itu dilakukan sebagai tanda penebusan jiwa manusia atas segala pelanggaran yang dilakukan terhadap Fondrakö atau hukum adat masyarakat Nias. 

 

Prosesi Famatö Harimao akan dipimpin oleh Si Ulu, yang merupakan imam sekaligus panglima yang berasal dari bangsawan, sekaligus tokoh yang dihormati oleh masyarakat Maenamolo. Tradisi ini dimulai dengan mengundang seluruh warga yang ikut untuk melaksanakan musyawarah. 

 

Bahan dasar pembuatan patung Harimau dalam tradisi ini berasal dari pohon Fösi. Hal itu karena masyarakat Nias percaya bahwa daun pohon Fösi yang berguguran, adalah tanda akan datangnya penyakit atas desa. Kepala patung harimau akan mengumpamakan seekor ular naga seperti Larasa, yang merupakan Dewa Adat, tokoh Jejadian. 

 

Badan patung Harimau itu akan meniru tubuh serigala yang diumpamakan sebagai Siliwangi, yang merupakan tokoh Siluman. Sedangkan tinggi usungan patung yang berjumlah sembilan tingkat itu menggambarkan simbol Teteholi Ana\'a (sorga) yang diyakini memiliki sembilan tingkatan atau lapisan. 

 

Dilansir dari penelitian Konsep Penebusan Dosa dalam Bilangan 21:4-9 dalam Wujud Budaya Famatö Harimao bagi Masyarakat Nias, saat ini upacara Famatö Harimao telah dimodifikasi menjadi acara Famadaya Harimao atau perarakan patung harimau yang lebih bertujuan untuk melestarikan budaya serta menghilangkan makna spiritual keagamaan yang sebelumnya ada. Hal itu juga disebabkan karena sebagian besar masyarakat Nias telah menganut agama Kristen. 

 

Nah itulah tradisi Famato Harimao dari Nias. Semoga dapat menambah pengetahuanmu tentang tradisi di Indonesia, ya

No comments:

Powered by Blogger.